Tampilkan postingan dengan label 5. place. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 5. place. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 09 Oktober 2010

Es Kelapa Muda vs Es Tebu

Berbuka puasa dengan es degan/kelapa muda atau es tebu, keduanya sungguh sangat menyegarkan. Eits, ingat lagi puasa nih.
Dulu ketika diberi kesempatan tinggal di Denpasar, Bali, saya doyan sekali es kelapa muda. Penjualnya mudah dijumpai, berjajar di sepanjang Jl. Raya Puputan Renon, dan sungguh beruntung karena kantor tempat saya bekerja ada di Renon. Biasanya, sepulang kerja saya mampir untuk sekedar minum semangkuk es kelapa muda atau membeli sebungkus untuk diminum di rumah. Es kelapa muda di Denpasar ini unik karena dalam penyajiannya diberi jeruk nipis. Ah, jadi tambah segar rasanya.
Nah, kalau temannya, es tebu sangat jarang terlihat di Denpasar. Satu-satunya penjual yang sempat terlihat ada di depan kantor TVRI, itupun seringkali tidak terlihat berjualan. Sebelum sempat saya mencicipi rasanya dan melihat cara penyajiannya saya sudah harus pindah ke Jambi.
Berbeda dengan pengalaman di Denpasar, di Jambi justru penjual es tebu lebih mudah ditemui dibandingkan dengan penjual es kelapa muda.
Es kelapa muda di Jambi juga disajikan dalam mangkuk atau gelas besar, namun bisa juga diminum langsung dari buahnya, tentunya setelah diberi lubang diatasnya.
Es tebu di Jambi, menurut saya top banget. Warnanya yang hijau begitu menyegarkan, benar-benar menggambarkan rasanya. Lagi-lagi saya tidak kesulitan menemukannya karena penjualnya berjajar di sepanjang jalan menuju kantor saya di jalan Ahmad Yani.
Ada sedikit cerita di ‘belakang’ penjual es tebu yang saya dengar. Pertama, katanya kalau sudah mencicipi es tebu di Jambi, kita akan betah tinggal di sana. Menurut kepercayaan orang Jambi, siapa yang meminum air yang bersumber dari sungai Batanghari biasanya akan betah di Jambi. Nah kebun-kebun tebu itu katanya disiram pakai air sungai Batanghari. He he he, yah saya sih senang saja, lha wong doyan.
Cerita kedua, katanya, sebelum diperas tebu-tebu itu di rendam air gula supaya manis. Nah, kalau yang ini belum tahu apa benar atau tidak. Saya rasa ya percuma merendam tebu yang sudah manis kedalam rendaman air gula, apa tidak sia-sia perbuatan itu. Bukannya malah rugi, karena harga gula sendiri sudah mahal. He he he.
Denpasar sudah, Jambi, sudah, bagaimana dengan Surabaya?
Di Surabaya, kedua jenis minuman ini sangat mudah ditemui. Walaupun kali ini di sepanjang perjalanan menuju kantor, tidak ada yang menjual keduanya.
Penjual kelapa muda di Surabaya, yang saya ketahui, biasa dijumpai di sepanjang jalan Semarang, jalan A. Yani, jalan Menur dan jalan Ambengan (depan gereja Kristus Raja). Selain di tempat-tempat itu, di warung-warung makanan dan penjual bakso keliling juga seringkali tersedia. Tetapi hati-hati kalau membeli, karena terkadang kelapanya sudah tidak muda lagi dan keras rasanya.
Es tebu juga banyak dijual di beberapa tempat. Berbeda dengan di Jambi, es tebu Surabaya berwarna coklat. Saya tidak tahu apa yang membuatnya berbeda, tetapi karena warnanya itu maka sampai saat ini saya belum berani mencobanya.

http://irna1001.wordpress.com/2008/09/15/es-kelapa-muda-vs-es-tebu/

Usaha Sepatu & Sandal Datangkan Omzet 7 Juta per Hari!

Pasar Mester di Jatinegara, Jakarta Timur, telah lama menjadi pusat jual beli beraneka ragam kebutuhan masyarakat Jakarta. Di pasar ini dijual berbagai barang, mulai dari perlengkapan sholat, suvenir pernikahan, hingga sayur mayur.

Satu lagi kebutuhan masyarakat yang melengkapi pasar ini, yaitu sentra penjualan alas kaki lokal dan impor. Sentra ini terletak di lantai dua gedung Jatinegara Trade Center (JTC). Secara umum, sentra ini memisahkan pedagang eceran dan grosir. Pedagang eceran berada di bagian depan sentra.

Begitu menyambangi sentra ini, Anda akan menemukan berbagai macam jenis dan merek sepatu maupun sandal untuk pria dan wanita. Ada sepatu kerja, sepatu olahraga, selop untuk pesta, hingga sandal murah meriah.

Lautan alas kaki ini tersusun rapi di rak-rak yang ada di dalam maupun di depan kios. Jika pengunjung sedang sepi, mudah saja Anda melenggang di gang-gang sempit antara satu kios dengan kios lainnya.

Tapi, jangan kesal kalau pengunjung sedang ramai-ramainya. Anda harus berdesak-desakan di antara para pengunjung lain yang kerap menghentikan langkah di depan sebuah kios dengan seenaknya. Entah tiba-tiba terpikat salah satu alas kaki di sebuah kios, atau malah adu urat dengan pedagang untuk menawar barang.

Sah-sah saja melakukan tawar-menawar di sentra penjualan alas kaki Pasar Mester ini. Justru inilah salah satu kelebihan sentra ini dibanding membeli alas kaki serupa yang sudah masuk pusat perbelanjaan.

Aling, pemilik toko sepatu dan sandal Karunia mengklaim, kualitas barang-barang dagangannya tak kalah dibandingkan dengan alas kaki yang dijajakan di mal-mal kelas menengah. "Malah di sini pilihannya lebih banyak," ujarnya setengah berpromosi.

Para penjual alas kaki di sentra ini ada yang khusus menjual barang impor, hanya barang lokal, atau kombinasi antara keduanya. Aling mengaku lebih banyak menjual produk lokal daripada impor. Komposisinya sekitar 60% produk lokal dan 40% produk impor. Dia mengambil opsi ini lantaran menjual alas kaki secara eceran. "Di sini memang lebih banyak penjual alas kaki eceran," kata Aling.

Beda lagi dengan toko Citra Bunda, milik Nano Kantiono, yang hanya menjual alas kaki lokal. Nano memajang sekitar 200 pasang alas kaki di kiosnya. "Plus stok, ada sekitar 300 pasang alas kaki," ujar Nano.

Nah, jika ingin membeli alas kaki partai besar atau grosiran, masuklah lebih dalam ke sentra ini. Para pedagang grosiran memiliki kios yang lebih besar namun agak kurang pencahayaan.

Nano menceritakan, sentra penjualan alas kaki grosiran di JTC ini sudah berumur lebih dari 20 tahun. Sekitar empat tahun lalu, baru muncul sentra pedagang eceran. Nano memprediksi, total kios di sentra ini ada sekitar 200 unit.

Ukuran luas kios di sini relatif sama, yakni sekitar 3 x 4 meter. Tidak ada pembatas khusus yang membatasi kios yang satu dengan sebelahnya. Hanya cara penataan sepatu yang menimbulkan kesan pembatas kios. "Di sini biaya sewanya sebesar Rp 15 juta per dua tahun," ujar Aling.


Omzet Tergerus karena Persaingan

Jangan pernah membayangkan kondisi sentra penjualan alas kaki di gedung Jatinegara Trade Center (JTC), Pasar Mester Jatinegara, senyaman ketika menyambangi pusat perbelanjaan. Anda tidak akan menemukan ruangan yang sejuk berkat penyejuk ruangan yang berfungsi optimal.

Anda juga tidak bisa memanjakan mata dengan melihat pemandangan tatanan alas kaki yang memukau dengan pancaran efek tata cahaya. Sentra penjualan alas kaki di lantai dua Gedung JTC ini lebih mirip pasar tradisional daripada sentra perdagangan layaknya pusat perdagangan lain yang menjamur di berbagai sudut Ibukota.

Belum lagi jika melihat sistem pencahayaan gedung yang terlihat seadanya. Malah, pantas juga bila Anda menyebut keadaan sentra ini remang-remang.

Barangkali penyebabnya adalah sistem ventilasi yang kurang mendukung. Selain itu, begitu padatnya pedagang yang menyesaki sentra ini semakin membuat suasana gedung ini pengap.

Padahal, sentra tempat jualan alas kaki yang melayani pembelian eceran ini dilengkapi oleh fasilitas penyejuk ruangan. "Kalau ruangan untuk para pedagang grosir di sebelah itu baru tidak ada penyejuk ruangannya," ujar Aling, pemilik toko sepatu dan sandal Karunia.

Toh, lokasi yang tidak begitu nyaman tak menyurutkan para pengunjung menyesaki sentra alas kaki ini. Maklum, harga jual alas kaki di tempat ini benar-benar miring.

Apalagi jika Anda jago menawar. Harga alas kaki dari pabrik, yang biasanya sudah harga mati, masih bisa kena potongan harga yang lumayan. Misalnya saja, sandal eceran buatan industri rumahan yang berasal dari Bogor. Harga sandal ini hanya Rp 25.000–Rp 35.000 per pasang.

Adapun harga sandal eceran buatan pabrik lokal harganya sekitar Rp 65.000–Rp 100.000 per pasang. "Harga itu masih bisa kena diskon. Kami tidak bisa menahan harga tinggi karena ketatnya persaingan," ujar Aling.

Persaingan harga di antara sesama pedagang alas kaki di sentra ini memang sangat terasa. Aling berkisah, sekitar dua tahun lalu dia masih bisa menjual alas kaki impor dari China yang berkualitas bagus dengan harga sampai di atas Rp 200.000 per pasang. Meski harga tinggi, peminatnya masih membeludak.

Waktu itu pedagang eceran di sentra ini masih sedikit. Jadi, Aling berani menjual alas kaki dengan harga tinggi. Tapi, sekarang, setelah daya beli masyarakat menurun lantaran krisis ekonomi global menerjang, Aling tidak berani lagi memasok alas kaki impor yang berkualitas bagus.

Paling-paling dia hanya berani menjual alas kaki impor dengan harga berkisar Rp 135.000–Rp 185.000 per pasang. "Penentuan harga tergantung dari merek dan modelnya," kata Aling.

Alhasil, toko alas kakinya yang baru berusia dua tahun ini belakangan hanya mampu mencetak omzet sekitar Rp 25 juta per bulan. Padahal, ketika awal buka, ia bisa meraih omzet sekitar Rp 40 juta per bulan.

Begitupun dengan omzet Nano Kantiono, pemilik toko sepatu dan sandal Citra Bunda. Omzetnya saat ini paling banter sekitar Rp 1 juta per hari. Padahal, sebelum permintaan pasar menurun, omzetnya bisa mencapai Rp 4 juta per hari.


Gembira Menanti Datangnya Hari Libur

Suasana sentra penjualan alas kaki di Gedung Jatinegara Trade Center (JTC), Pasar Mester, Jatinegara, Jakarta Timur memang tidak begitu nyaman. Tapi bukan berarti tempat ini tidak layak Anda kunjungi.

Sentra ini menjadi surga bagi para pedagang alas kaki dari seluruh penjuru Jakarta. Mereka datang ke tempat ini untuk membeli berkarung-karung alas kaki untuk dijual kembali.

Salah satu pengunjung rutin sentra ini adalah Yahdi Larusdi, pedagang kelontong di daerah Pondok Gede, Bekasi. Yahdi sudah memiliki beberapa toko grosir langganan untuk membeli alas kaki untuk dia jual kembali secara eceran.

Yahdi biasanya mangkal di Pasar Auri, Pondok Gede, untuk berjualan alas kaki dan perlengkapan rumah tangga lainnya. Dia menggunakan mobil pick up untuk menjual barang-barang dagangannya itu. "Kadang saya keliling ke perumahan," kata Yahdi.

Dalam seminggu, Yahdi bisa menyambangi sentra ini hingga tiga kali. Dia bisa membeli berkodi-kodi alas kaki tiap kali datang ke sentra ini. Setiap kali berbelanja, dia bisa menghabiskan duit sekitar Rp 2 juta-Rp 3 juta.

Saat ini, sandal karet untuk pria adalah alas kaki yang paling banyak terjual. Sepasang sandal itu ia jual sekitar Rp 15.000 per pasang. Dengan harga pokok pembelian Rp 140.000 untuk 20 pasang alias Rp 7.000 per pasang, keuntungan yang dia peroleh bisa lebih dari 100%. "Saya bisa untung besar kalau berbelanja di sini. Harga jual grosirnya murah," kata Yahdi.

Para pedagang eceran yang berjualan di sentra ini juga mencecap margin yang lumayan. Nano Kantiono, pemilik toko Citra Bunda, mengaku bisa mendapat margin sekitar 25% dari penjualan sepasang alas kaki. Tiap hari, dia menjual 15-20 pasang alas kaki.

Akhir pekan adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh para pedagang eceran alas kaki di sentra ini. Sebab, pekan itu, pengunjung biasanya lebih banyak dan penjualan mereka akan meningkat.

Aling, pemilik toko alas kaki Karunia, mengatakan, bisa menjual 25 pasang alas kaki ketika akhir pekan tiba. "Kalau hari biasa hanya laku sekitar 10 pasang alas kaki," kata Aling.

Tak hanya akhir pekan, pedagang di sentra ini juga panen raya saat musim libur sekolah. Pada waktu itu, banyak ibu yang ingin membelikan sepatu baru bagi anaknya. Itulah waktunya para pedagang alas kaki di sentra ini mengeruk untung.

Yahdi mengaku tiap liburan sekolah omzetnya melesat berkali-kali lipat. Jika biasanya dia hanya bisa menjual 20 alas kaki per hari, ketika libur sekolah dia bisa menjual sepatu sekolah anak hingga 100 unit per hari. "Omzet per hari bisa sampai Rp 7 juta," kata Yahdi.

Menariknya, para pedagang alas kaki eceran di sentra ini mengambil barang dagangannya dari pedagang grosir yang hanya terpisah tembok ini. "Jadi, sewaktu-waktu ada barang baru, saya langsung ke sebelah," ujar Aling.

Nah, sekadar saran bila ingin berlama-lama belanja di sentra ini: jangan datang terlalu siang. Sebab, pukul empat sore para pedagang sudah menutup kios. Waktu yang paling ideal datang ke sini sekitar pukul 10 pagi, setelah para pedagang selesai menyiapkan kiosnya satu jam sebelumnya. 
 
http://batamglobal.blogspot.com/2010/04/usaha-sepatu-sandal-datanglan-omzet-7.html
 
 

POM Tahu Lembang

Berjalan-jalan ke Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, wisatawan akan merasakan sejuknya udara. Bila hendak beristirahat sejenak, mereka bisa menikmati susu murni Lembang yang sudah terkenal itu. Jalur menuju Lembang dari Kota Bandung yaitu melalui Jalan Setiabudhi.

Mendekati Hotel Grand Lembang, dari kejauhan, tampak sebuah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU). Warna bangunannya merah dan putih. Selain itu, berdiri papan vertikal yang biasanya menjadi media untuk mencantumkan daftar bahan bakar minyak (BBM).
drive-thru
Namun, setelah dimasuki, tampaklah bahwa di tempat itu pengemudi tak dapat mengisi bahan bakar. Lho? Setelah diamati, pada papan vertikal tadi juga tidak dicantumkan daftar BBM tetapi berbagai tulisan seperti drive thru tahu, rest area, toilet, pasar oleh-oleh, dan lain-lain.
Ternyata, bangunan itu adalah tempat penjualan tahu. Sistemnya adalah drive thru , artinya para pengemudi tak perlu turun dari kendaraan. Mereka dapat terus melaju, melanjutkan perjalanan setelah membeli tahu dari sepeda motor atau jendela mobilnya. Tak dapat dipungkiri, sejumlah pengendara telah terkecoh ketika melihat tempat yang menjadi bagian kompleks bernama Wisata Tahu Lembang itu.
Supervisor Operasional Wisata Tahu Lembang Dede Arif mengakui, sebagian wisatawan keliru mengira tempat itu adalah SPBU. Pengendara biasanya membeli juga tahu yang dijajakan. Masyarakat biasa menyebut SPBU sebagai pom bensin.
“Nah, tempat penjualan tahu drive thru itu dinamakan pom tahu. Pom tahu sendiri adalah singkatan dari pusat orang makan tahu,” katanya.
Wisata Tahu Lembang di Jalan Raya Lembang Nomor 177, itu sudah beroperasi sejak 7 Desember 2008. Dede mengatakan, tahu dijual dalam paket. Tahu matang dijual Rp 10.000 per 12 potong. Selain itu, dijual tahu mentah dengan ukuran lebih besar seharga Rp 12.500 per 10 potong.
Adapun lontong dijual dengan harga Rp 5.000 per tiga potong. Selain itu, tersedia susu kedelai rasa anggur, stroberi, dan melon seharga Rp 5.000 per botol. Wisatawan yang datang harus membeli voucher seharga Rp 5.000 yang dapat ditukar dengan susu kedelai atau diskon untuk berbelanja. Pom tahu buka pada pukul 07.00-23.00, toko-toko pukul 09.00-21.00, dan restoran pukul 09.00-23.00.
“Jadi, kami ingin supaya tahu lembang diingat orang. Selama ini, Sumedang saja yang identik dengan tahu,” kata Dede .
Kepala Produksi Wisata Tahu Lembang Muhammad Jamaludin mengatakan, tahu yang dijual Wisata Tahu Lembang berbeda dengan di tempat lain karena memakai susu sehingga gurih. Perbedaan dengan jenis dari Sumedang, isi tahu lembang lebih padat dan lembut. Tahu pun tak menggunakan pengawet.


Bagi pengunjung yang singgah, di Wisata Tahu Lembang juga tersedia berbagai fasilitas lain seperti becak mini, all terrain vehicle (ATV), lorong sesat, balon raksasa, motorcross anak, serta adventure fun game yang terdiri dari papan panjat, jembatan tali, dan menuruni jaring.
Mereka yang lapar dapat memesan makanan di restoran atau kios-kios kecil dengan menu antara lain kupat tahu, pastel, batagor, nasi timbel, liwet, ayam bakar, tumis jamur, karedok, sate kelinci, bebek bakar, pisang bakar, gulali, bajigur, sosis bakar, dan cireng.

http://www.pasundan.info/food/pom-tahu-lembang.html

Bakmi Djogja LESTARI RAHAYU Kemang Pratama Bekasi

Bekasi, kelanakuliner.com
Perumahan Kemang Pratama memang hanya jejeran rukonya saja yang umumnya jadi tempat usaha pertokoan ataupun tempat makan. Namun di sebuah pojokan rumah di daerah Kemang Pratama kira-kira hanya 100 meter dari bunderan pertama setelah pintu gerbang Kemang Pratama, maka di sebelah kanan kita Bakmi Djogja, Pastel Bunda, Siomay, Jus Buah serta Tahu Sumedang,Khusus untuk Bakmi Djogja, Anda akan mendapatkan sajian khusus yang lain daripada biasanya masakan bakmi. Bakmi Djogja yang dimasak secara khusus untuk setiap pemesan. Walaupun sajian dibuat khusus untuk setiap pelanggan, namun karena sudah lama dan sangat berpengalaman, Mas Yoto, sang juru masak Bakmi Djogja, akan menyajikan bakmi yang pas dengan selera Anda baik itu Bakmi Goreng maupun Bakmi Godhog. Bakmi Godhog sendiri sebenarnya adalah bakmi rebus atau bakmi kuah pada umumnya, namun dengan ciri khas ala Djogjakarta dimana setiap masakan disajikan dan diolah dengan takaran bumbu yang sangat terlatih, sehingga saat kita melihat proses pembuatannya seolah sang juru masak seperti menggunakan insting.
Eit... tapi jangan salah, justru rasa yang dihasilkan oleh masakan sang koki tradisional Yogyakarta ini akan sama dan serupa (ya iya lah!) dari satu porsi ke porsi lainnya. Ini menunjukkan keahlian dan pengalaman yang cukup lama si juru masak berusian 32 tahun lalu ini.
Mas Yoto, lelaki kelahiran Pamian,  sendiri sebenarnya adalah karyawan yang diambil oleh sang bos langsung dari Jogyakarta dan didapuk untuk bekerja di Kemang Pratama Bekasi. Dengan pengalaman mas Yoto sebagai pedagang bakmi di Jogya itulah yang membuat seorang pelanggan tertarik untuk mengajak kerjasama buka warung bakmi khas Jogya di daerah lain.  Pelanggannya yang bernama R.Ony Ispriyanto, lelaki asli  Jogya  yang hobinya makan bakmi khas Jogya ini lah yang mengajaknya hijrah dan membuka usaha di luar Jogya.

Berdasarkan penuturan Mas Ony, panggilan akrab lelaki kelahiran  Jogyakarta, 15 Desember, 43 tahun lalu ini kepada kelanakuliner.com, bahwa dari sang ayah lah yang begitu menyukai makanan bakmi ini dengan menyarankan untuk membawa dagangan ini keluar Jogja  agar selalu bisa dinikmati kapanpun mereka mau. Kalau melihat cara bicaranya, tampak sekali keluarga mas Ony yang berpenampilan aristokratik  ini memang keluarga penggemar makanan khas Jogja dan dari setiap kisahnya, kelanakuliner mengambil kesimpulan bahwa mereka juga dari kalangan keraton Jogja.

Betapa tidak, semua desain interior warung Bakmi Djogja Kemang ini dibuat sedemikian rupa penuh dengan simbol-simbol keraton Jogja, bahkan katanya kepada saya, "Warna hijau bergaris kuning ini sendiri merupakan sandi buat kekhasan keraton yang tidak banyak diketahui umum. Warna khas ini disebutnya Gadung Melati. Artinya yang mengerti itu biasanya mereka yang memang tinggal di sekitar keraton Jogyakarta. Dari kisahnya tersebut menarik minat saya meneliti lebih jauh filosofi Jawa ini, khususnya keraton Jogja.
Kembali ke pokok masalah warung Bakmi Jogja bilangan Kemang Pratama Bekasi ini terbilang cukup asri dan sederhana. Sekitar 5 meja dan masing-masing 4 kursi dengan lantai yang dibiarkan tak diubin mewah. "Justru untuk menimbulkan suasana dan kesan kesederhanaan dan tradisional Jogyanya," ujar mas Ony sang pemilik berfilosofi."Interior design yang banyak dihiasi lukisan wayang, seperti Hanoman, si kera putih dan wayang empat perempuan. Keduanya memiliki simbol, seperti empat tokoh wayang perempuan  berjejer yang berarti perempuan sebagai simbol kelembutan dalam melayani para pelanggan kami. Sementara empat wanita berjejer yang menyimbolkan saling dukung dan kerjasama antara satu sama lain dari setiap orang dalam usaha warung Bakmi Djogja ini," paparnya sambil menikmati bakmi goreng kegemarannya ditemani lauk ikan teri dan kacang goreng (biasa disebut Kering Teri). Mengomentari lauk Teri Goreng Kacangnya itu, mas Ony sempat berseloroh, "Kalau mau tahu pekerjaan saya, ya ini Mas, 'ternak teri'" dan belum sempat saya mengerti maksudnya, ia menjelaskan, "Ternak Teri" itu nganter anak, nganter istri, Hah? 

Warung yang menempati rumah pribadi keluarga sang pemilik usaha ini mampu menampung 20-an orang pengunjung  Setiap malam-malam minggu atau liburan tertentu, Bakmi Djogja Kemang Pratama ini ramai dikunjungi pelanggannya. Buat para pelanggannya yang sudah merasakan nikmat dan lezatnya olahan mie khas Jogja ini, sepertinya tak akan lari ke lain tempat. Di samping ciri khas lezatnya yang langsung bisa dinikmati panas-panas di tempat itu, namun banyak juga pelanggan yang memesan untuk dibawa pulang dan dinikmati bersama keluarga mereka. . Hueleh! Saya sendiri lebih senang bila menikmati masakan bakmi itu saat panas. Lebih nyamleng.
Saya sendiri coba menikmati seporsi bakmi godhognya. Dan setelah nyaris menunggu 10 menit , karena banyaknya antrian pengunjung saat itu , akhirnya saya bisa menyeruput kuah bakmi godhog khas Jogja ini. Kuah bakmi ini yang gurih dan manis memang sangat nikmat bila disruput saat panas, di samping segar dan pedasnya bikin saya jadi keringatan (maklum tipikal melayu, hehehe). Rasanya Bro and Sis, jangan tanya dah.... Ruarrrrr biasssah! (dan saya pasti bilang Anda bakalan nyesel bila nggak ngerasain masakan bakmi ini. Intinya Anda bukanlah seorang bakmi-mania sebelum merasakan masakan Bakmi Djogja ini).

Kalau mau saya kasih skor dari 1 s/d 10, maka Bakmi Khas Jogja Kemang Pratama Bekasi ini mendapat skor penilaian 9. Artinya masakan istimewa yang harus dicoba! Tak banyak saya berkomentar, bila Anda menikmati masakan bakminya panas-panas baik yang godhogan maupun yang goreng, maka dijamin keluar keringat dan seolah mendapat suntikan energi ajaib. Hehehe...! Gak becanda!
Tertarik untuk memesan tempat dan merasakan nikmatnya bakmi khas Jogja ini? Atau bila Anda ingin juga sekadar berbincang-bincang dengan sang pengelola sekaligus pemilik usaha Bakmi Jogja Lestari Rahayu, bisa bertemu dengan Pak Joni. Lelaki yang selalu ramah tersenyum ini selalu menyediaka waktu untuk diajak sekadar kongkow-kongkow, bukan hanya membahas masalah bakmi Jogja yang begitu fasihnya dia ceritakan. Tanyakan hal lain, pastinya dia akan memberikan masukan layaknya seorang teman. Setidaknya itulah yang saya rasakan saat bertemu dan berbincang-bincang dengan pak Joni. Dan lebih hebat lagi setelah saya beberapa kali kunjungan akhirnya saya berjumpa dengan sang pemilik usaha langsung Ony Ispriyanto.
Bagi Anda yang mau menikmati malam bersama mitra Anda dan kebetulan tinggal di daerah Kemang serta ingin sekali merasakan nuansa khas Jogja, silakan datang ke Bakmi Djogja Lestari Rahayu Kemang Pratama. Setidaknya itulah yang diutarakan oleh mas Ony kepada kelanakuliner.com "Kami hanya mencoba melakukan sesuatu yang berarti kepada orang-orang di sekitar kami, dengan menyediakan tempat untuk berbicara bebas masalah bisnis, politik, atau masalah lainnya," jelas mas Ony.

"Setidaknya Warung Bakmi Djogja menyediakan ruang publik  bagi pengunjungnya untuk bersantai, bertemu kolega, meluangkan waktu bersama keluarga atau bahkan bisa juga untuk berpacaran dan lain-lain, sambil menikmati hangatnya sajian kami" imbuh mas Ony sambil sesekali berfilsafat. Berbicara dengan mas Ony, tak terasa bila jam merambat menjelang jam 12 malam. Sepertinya saya terlalu asyik bertukar pikiran serta berdiskusi dengannya.
Andapun bisa berkesempatan mendapatkan suasana serupa bila berjumpa dengan sang pemilik, karena begitulah yang sekaku dijanjikan pemilik demi kepuasan para pelanggannya.Menyeruput wedangan khas Bakmi Djogja baik berupa wedang jahe, nasgitel atau lainnya yang pas banget buat temen ngobrol bersama teman atau pasangan termasuk keluarga Anda, pasti akan jadi pengalaman yang menyenangkan menghabiskan malam di Kemang Pratama. Silakan Anda buktikan sendiri.

http://www.satebangdibul.com/2009/09/bakmi-djogja-lestari-rahayu-kemang.html

Jumat, 08 Oktober 2010

Surat Ijin tempat Usaha

    A. Dasar Hukum
    1. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur No.9 Tahun 1999 tentang Retribusi Ijin Peruntukan Gangguan / Ijin Tempat Usaha
    2. Keputusan Bupati Kabupaten Cianjur No.5 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur No. 9 tahun 1999 tentang Retribusi Ijin Peruntukan Gangguan / Ijin Tempat Usaha
    B. Ketentuan Umum
    1. Jangka waktu berlakunya Ijin Gangguan/Ijin tempat Usaha, ditetapkan selama usaha tersebut masih berjalan dan harus dilakukan pendaftaran ulang setiap 5 (lima) tahun sekali.
    2. Untuk permohonan daftar ulang dikenakan Retribusi sebesar 50% dari besarnya retribusi yang harus dibayar.
    3. Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terhutang
    4. Tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas adalah pelanggaran.
    C. Persyaratan
    1. Data pemohon identitas pemohon yang dilengkapi dengan photo copy KTP dan pas photo ukuran 3 X 4 cm sebanyak 2 buah
    2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)/NPWP Daerah.
    3. SPPT PBB tahun terakhir
    4. IMB PIBM (untuk perusahaan besar dilampirkan peta situasi)
    5. Status Tanah (bila sewa kontrak, harus dibuktikan dengan surat sewa kontrak)
    6. Akte Pendirian bagi perusahaan dan badan hukum
    7. Surat Keterangan Tidak Sengketa dari Kepala Desa/ Kelurahan dan Camat Setempat
    8. Ijin Tetangga yang diketahui oleh Kepala Desa/ Kelurahan dan Camat Setempat
    9. Berita Acara pemeriksaan lokasi oleh Tim Pemeriksa Tingkat Kabupaten bagi perusahaan yang tingkat gangguannya sangat besar/tinggi
    D. Biaya Struktur dan besarnya tarif retribusi adalah :
    • Luas ruangan usaha X indeks lokasi X angka multiplikator X besarnya Tarif
    • Penetapan luas ruang usaha indeks lokasi, angka multiplikator dan tarif adalah sebagai berikut :
      1. Luas ruang usaha ditetapkan berdasarkan luas ruangan yang dipergunakan untuk usaha
      2. Indeks lokasi perusahaan ditetapkan sebagai berikut :
        • Indeks 3 � lokasi dipinggir jalan Negara/Propins
        • Indeks 4 � lokasi dipinggir jalan Kabupaten
        • Indeks 5 � lokasi dipinggir jalan Desa
      3. Angka Multiplikator perusahaan bagi yang menggunakan mesin atau tidak dibagi 3 (tiga) klasifikasi yaitu :
        • Angka multiplikator 5 untuk indeks Gangguan Besar
        • Angka multiplikator 4 untuk indeks Gangguan Sedang
        • Angka multiplikator 3 untuk indeks Gangguan Kecil
      4. Tarif dasar untuk perhitungan biaya ditetapkan sbb:
        • Luas ruang usaha sampai dengan 100 m2 sebesar Rp.500/m2
        • Selebihnya Rp.400/m2
    E. Lokasi Pengurusan
      Sekretariat Pelayanan Perijinan Satu Atap Jl.Raya Bandung No.65 Kec.Karangtengah Tel.(0263) 5024387 Cianjur

http://cianjurkab.go.id/Ver.3.0/Content_Nomor_Menu_7_1.html